Oleh Imam Nawawi
Dalam kitab Ihya' Ulumuddin, Imam Ghazali menukil ungkapan Al-Mandzir, "Aku mendengar Malik bin Dinar berkata kepada dirinya, 'Celakalah kamu. Bersegeralah sebelum urusan datang kepadamu. Celakalah kamu. Bersegeralah sebelum urusan datang kepadamu.' Sehingga, ia mengulangi yang demikian itu sampai 60 kali yang aku dengarnya dan ia tidak melihatku."
Tindakan Malik bin Dinar tentu didorong oleh pemahaman yang kuat terhadap perintah Allah Ta'ala agar bersegera dalam beramal (QS Ali Imran: 133-134 dan QS al-Hadid: 21). Kata "segera" berarti tidak bisa dipisahkan dari waktu.
Ibn Al-Jauzi dalam bukunya Shaid Al-Khatir mengatakan, "Seorang manusia mesti mengetahui nilai dan kedudukan waktu agar ia tak menyia-nyiakan sesaat pun darinya untuk sesuatu yang tak bisa mendekatkan diri kepada Allah."
Pemahaman mendalam terhadap nilai dan kedudukan waktu menjadikan ulama terdahulu amat selektif dalam memanfaatkan nikmat yang menurut Rasulullah kebanyakan manusia tertipu, yakni waktu. Fudhail bin Iyadh berkata, "Aku kenal orang yang menghitung perkataannya dari minggu ke minggu."
Kemudian ada Dawud al-Tha'i, meski sedang membuat adonan roti, lisannya tak pernah kering dari ayat-ayat Alquran. "Antara membuat adonan dan makan roti aku telah berhasil membaca 50 ayat."
Suatu hari seseorang berkata kepada Amir bin Abd Qais (55 H), murid dari Abu Musa al-Asy'ari, "Berhentilah, aku ingin berbicara kepada Anda!" Amir bin Abd Qais pun menjawab, "Coba hentikan matahari."
Sikap Amir bin Abd Qais itu menunjukkan bahwa dirinya telah menetapkan beragam amal di setiap pergantian waktu sehingga menjadi tidak mungkin dirinya meluangkan waktu kepada orang yang secara tiba-tiba memintanya untuk berhenti tanpa niat dan tujuan yang jelas.
Source ↔ Download Lagu Online