REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat hukum Andri W. Kusuma menilai revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme bisa menjadi solusi atas masih tidak efektifnya Polri dalam memberantas aksi terorisme.
"Saya menilai 'tangan' Kepolisian dalam memberantas teroris masih terikat aturan KUHAP yang selama ini menjadi 'kitab suci' institusi tersebut," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/1).
Dia menjelaskan, dalam penegakan hukum, Polisi sangat berperan. Namun dapat dilihat dalam peristiwa pengeboman di Jalan MH Thamrin, Kepolisian gagal mencegah para pelaku biarpun sudah ada info intelijen dari BIN.
Hal itu menurut dia disebabkan karena dalam penegakan hukum tindak pidana terorisme itu Pasal 26 UU No. 15 thn 2003 tentang Terorisme dibutuhkan formalitas-formalitas yang wajib dipenuhi oleh kepolisian misalnya harus ada dua alat bukti sebagai Bukti Permulaan yang cukup.
"Lalu penyidikannya harus mendapatkan perintah terlebih dahulu dari Pengadil an Negeri setempat sehingga memang sangat menyita waktu," ujarnya.
Karena itu menurut dia, ketika Polisi dengan KUHAP-nya tidak dapat menjangkau pencegahan terorisme, maka harus ada instrumen negara yang harus mengisi kekurangan atau kelemahan tersebut. Andri mengatakan, tindak pidana terorisme itu dalam menyiapkan aksinya sering melakukan pergerakan intelijen antara lain dalam perekrutan, penggalangan, perencanaan dan baru aksi.
"Semuanya berada 'di bawah layar' sehingga Kepolisian sulit membuktikannya," katanya.
Karena itu menurut Andri, sangat jelas dalam penanganan tindak pidana terorisme tidak hanya penegakan hukum oleh Polisi yang dibutuhkan. Namun ujar dia, justru lebih kental pencegahannya yaitu dalam bentuk deteksi dini dan cegah dini.
"Dalam hal deteksi dini dan cegeh dini ini adalah BIN dapat menjalankan perannya. Penumpasan terorisme hanya dapat dilawan dengan operasi intelijen yang efektif dan dijalankan secara profesional," katanya.
Andri pun meminta publik tidak khawatir BIN akan menjadi lembaga superbody lewat revisi UU Teroris yang menambah wewenang mereka dalam pemberantasan terorisme. Dia mengingatkan, yang direvisi UU terorisme, bukan UU intelijen, dan BIN ini memiliki sifat deteksi dini, dan cegah dini sehingga BIN bisa melakukan penangkapan, tapi misal diberi waktu 7 x 24 jam.