REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unsur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI tak satu suara mengenai status yang dijatuhkan terhadap bekas ketua DPR RI Setya Novanto.
Menurut Wakil Ketua MKD asal Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang, MKD sudah membuat putusan yang menyatakan Setya Novanto terbukti melanggar kode etik. Hal itu, menurut dia, tetap berlaku meskipun Setya Novanto mengundurkan diri sebelum sidang pembacaan putusan selesai dilakukan.
"Nah, putusan MKD pada waktu tanggal 16 Desember 2015, satu, menyatakan, menerima pengunduran diri Saudara Setya Novanto selaku ketua DPR RI periode 2014-2019," kata Junimart Girsang di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/1). "Yang kedua, Mahkamah Kehormatan Dewan menyatakan, memberhentikan Saudara Setya Novanto sebagai ketua DPR RI," lanjut dia.
Dalam uraian putusan MKD itu, menurut Junimart, juga dimuat pendapat dari semua unsur MKD. Dia mengingatkan, dari 17 unsur MKD, 10 orang menyatakan S etya Novanto melakukan pelanggaran tingkat sedang. Sementara itu, tujuh orang lainnya menyatakan Setya Novanto melakukan pelanggaran berat.
Pelanggaran sedang berarti Setya harus mundur dari jabatannya saat itu di alat kelengkapan dewan (AKD), sedangkan pelanggaran berat mengharuskan Setya hengkang dari keanggotaan DPR. Namun, untuk menerapkan sanksi berat itu, MKD harus membentuk panel yang terdiri atas empat unsur dari masyarakat.
Baca juga, Kader Golkar Kaget Tiba-Tiba Dimasukkan ke MKD oleh Setya Novanto.[1]
Secara terpisah, anggota MKD yang juga politikus Partai Golkar, Ridwan Bae menekankan, pengusutan atas Setya Novanto belum mencapai kata putus. Hasil pemungutan suara mengenai sanksi berat atau sedang, menurut Ridwan, otomatis tak bisa ditindaklanjuti begitu MKD mengakui Setya mundur.
References
- ^ Kader Golkar Kaget Tiba-Tiba Dimasukkan ke MKD oleh Setya Novanto. (www.republika.co.id)