YOGYAKARTA -- Kesenjangan tingkat pendapatan masyarakat di Indonesia jauh lebih tinggi melampaui perkiraan masyarakat. Ekonom Bank Dunia, Ririn Salwa Purnamasari mengatakan meski dari sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup baik dan tingkat kemiskinan melambat, namun laju peningkatan ketimpangan (koefisien gini) masyarakat Indonesia relatif tinggi mencapai 10 poin setiap tahun.
"Masyarakat Indonesia merasa kesenjangan/ketimpangan sudah terlalu tinggi, padahal kenyataannya ketimpangan yang terjadi justru lebih tinggi dari yang mereka perkirakan," kata Ririn dalam seminar bertajuk Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia: Perspektif Kerakyatan" di UGM, Sabtu (9/4).
Hal itu disimpulkan dengan merujuk hasil survei persepsi ketimpangan yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2014 terhadap 3.000 sampel penduduk Indonesia. Dalam hasil survei itu tingkat ketimpangan yang diperkirakan responden mencapai 38 persen, padahal dalam kondisi sebenarnya tingkat ketim pangan telah mencapai 49 persen penduduk Indonesia.
"Sementara tingkat ketimpangan menurut responden seharusnya hanya 28 persen," kata dia.
Menurut Ririn penanganan ketimpangan nasional perlu menjadi agenda prioritas pemerintah saat ini. Peningkatan ketimpangan yang dinilainya melaju cukup cepat dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial.
Ia memperkirakan terjadinya ketimpangan di Indonesia antara lain disebabkan belum adanya pemerataan dalam hasil pembangunan nasional. Sesuai data Bank Dunia, 50 persen pendapatan negara masih dinikmati oleh penduduk terkaya, sisanya dibagi rata.
Berdasarkan data Bank Dunia pada 2002 konsumsi dari 10 persen penduduk terkaya di Indonesia sama banyaknya dengan total konsumsi dari 42 persen penduduk termiskin. Selanjutnya pada 2014, konsumsi dari 10 persen penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54 persen penduduk termiskin.
Source → Kesenjangan Ekonomi di Indonesia Perlu Jadi Agenda Prioritas